Tak ada yang tahu kalau Petra
Anderson memiliki “cacat” dalam otaknya. Perempuan kelahiran 22 tahun
lalu itu tampak tak berbeda dengan rekannya yang lain. Ia memiliki hobi
bermain musik dan termasuk pemusik yang berbakat.
Minggu lalu bersama dua rekannya ia berniat nonton film The Dark Knight Rises
pada pemutaran perdana di sebuah bioskop di Aurora, Colorado, Amerika
Serikat. Malangnya, di sana ia jadi salah satu korban penembakan
membabi-buta oleh seorang psikopat James Eagan Holmes yang menewaskan 12
orang dan mencederai 58 lainnya. Petra sendiri tertembak empat kali,
tiga di lengan dan bahunya, satu peluru mengenai hidungnya dan kemudian
menembus otaknya dan bersarang di bagian belakang kepalanya.
Ia dibawa ke rumah sakit dengan harapan
hidup yang tipis. Tim dokter yang menanganinya kemudian memutuskan akan
mengeluarkan peluru itu melalui operasi. Operasi pun dilakukan dan
berlangsung selama lima jam.
Menurut
penuturan pihak keluarga dan kerabat Petra, tim dokter akan mengambil
peluru yang bersarang di tulang kepala bagian belakang kemudian
membersihkan luka-luka bekas jalannya peluru di dalam otak agar tak
terjadi infeksi. Dengan peluru menembus otak mereka hanya bisa berharap
semoga kerusakan otak tidak fatal.
Lima jam berlalu. Tim dokter kemudian
menghampiri keluarga Petra. Namun ketika tim dokter menghampiri pihak
keluarga, dokter bilang, “Tak banyak yang bisa kami lakukan. Tapi
semuanya berjalan baik. Kami hanya menemukan sedikit kerusakan pada
otaknya. Itu malah lebih baik dari yang kami harapkan,” tuturnya.
Ternyata selama operasi itu tim dokter
dikejutkan dengan kondisi yang mereka temukan. Ketika peluru mengenai
hidung Petra, peluru kecil yang biasa digunakan untuk berburu kijang itu
tak berhenti di batang hidungnya. Peluru itu kemudian bergerak menembus
otaknya. Nah, di sinilah keajaiban itu terjadi. Ternyata otak Petra
memiliki sebuah saluran yang tak biasa. Saluran itu penuh cairan. Ini
cacat otak bawaan yang tak biasa. Namun justru itulah yang menyelamatkan
nyawa Petra. Peluru yang masih memiliki daya dorong itu, setelah
mengenai tulang hidung Petra, kemudian berjalan melewati saluran itu
tanpa melukai otak dan akhirnya berhenti di belakang tulang kepala
Petra. Sungguh luar biasa!
Meski begitu Petra kini masih terbaring
di rumah sakit menunggu penanganan lebih lanjut. Seandainya saja otaknya
tak memiliki kelainan, ia bisa saja menjadi korban tewas yang ke-13.
Keluarganya menyebut itu keajaiban.
0 comments:
Posting Komentar